Jumat, 21 Juni 2013

Catatan Perjalanan ke Kota Tua


Pada hari minggu tanggal 5 Mei 2013, dari prodi sejarah semester 2, untuk tugas UTS mata kuliah sejarah Asia Selatan dengan melakukan perjalanan ke Kota Tua. Dan kami di suruh kumpul oleh dosen kami, yaitu pak Arif Permana Putra, M.Pd di stasiun Rangkasbitung pada minggu pagi pukul 05.30 WIB. saya bangun jam 4 pagi untuk bersiap-siap, dan sholat subuh dulu. Berangkat dari rumah jam 05.00 WIB dianterin sama suami, namun saya datang terlambat karena jalannya yang rusak dan jauh. Akhirnya saya ketinggalan sama temen-temen dan dosen. Saya pun berangkat sendirian naik kereta yang jam 06.30, sampai di stasiun Tanah Abang pukul 08.40, dan naik angkot menuju Kota Tua. Setelah sampai di Kota Tua, saya bertemu dengan teman-teman di depan museum Bank Indonesia, tetapi saya tidak mengunjungi tempat itu karena terlambat. Selanjutnya kami berjalan mengunjungi museum Bank Mandiri, di dalam museum ini terdapat alat-alat/ mesin pencetak uang, dll. Setelah mengunjungi museum Bank Mandiri kami pun bergegas untuk mengunjungi museum Fatahilah, gedung ini adalah sebuah balai kota yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Jendral Johan van Hoorn. bangunan itu menyerupai Istana Dam di Amsterdam, terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara. pada tanggal 30 Maret 1974, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Musium Fatahilah.



Tempat ke empat yang kami kunjungi adalah museum Seni Rupa dan Keramik, musium ini merupakan salah satu museum yang menempati bangunan bersejarah di kawasan kota tua Jakarta. Museum yang diresmikan pada tahun 1870 ini awalnya dipergunakan sebagai Lembaga Peradilan Tinggi Belanda atau Raad van Justitie, kemudian pada masa pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan Indonesia dijadikan sebagai asrama militer. Pada tahun 1968 s.d. 1975 bangunan ini digunakan sebagai kantor Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta, kemudian pada tanggal 20 Agustus 1976 diresmikan sebagai Balai Seni Rupa oleh presiden Suharto. Pada sayap kiri kanan bagian depan bangunan digunakan sebagai museum Keramik yang diresmikan oleh gubernur Ali Sadikin pada tanggal 7 Juni 1977. Kemudian pada awal tahun 1990 Balai Seni Rupa dan Museum Keramik digabung menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik. Didalam museum terdapat koleksi berupa koleksi seni rupa dan keramik. Koleksi seni rupa terdiri dari lukisan, sketsa, patung, totem kayu. Sementara koleksi keramik sekitar 8000 koleksi yang terdiri dari keramik local dan keramik asing. Keramik local baru berasal dari berbagai sebtra industry keramik di Indonesia seperti kasongan, Plered, Singkawang dll, dan keramik local tua yang sangat bernilai sejarah berupa keramik Majapahit dari abad 14 yang diperlihatkan ciri, keistimewaan serta keragaman bentuk dan fungsi. Sementara keramik asing berasal dari Eropa yaitu Belanda serta dari Asia seperti Cina, Jepang, Vietnam, dan Thailand. Sebagian besar dari keramik asing tersebut berasal dari Cina, terutama dari Dinasti Ming dan Ching.

Kelima kami mengunjungi Museum Wayang, gedung ini pada awalnya merupakan bangunan Gereja yang dibangun pada tahun 1640 dengan nama “de Oude Holandsche Kerk”. Pada tahun 1732 diperbaiki dan diganti nama menjadi “de Nieuw Holandsche Kerk”. Bangunan ini pernah hancur akibat gempa bumi. Lembaga yang menangani pengetahuan dan kebudayaan Indonesia membeli bangunan ini dan diserahkan kepada “Stichting Oud Batavia” dan tanggal 22 Desember 1939 dijadikan museum dengan nama “Oude Bataviasche Museum”. Tahun 1957 diserahkan kepada Lembaga Kebudayaan Indonesia. Tanggal 17 September 1962 diberikan kepada Departemen P dan K, kemudian diserahkan kepada pemerintah DKI tanggal 23 Juni 1968 untuk dijadikan Museum Wayang. Dan tanggal 13 Agustus 1975 diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Bp. H. Ali Sadikin. Sejak 16 September mendapat perluasan bangunan hibah dari Bapak Probosutedjo. Di dalam museum terdapat berbagai jenis koleksi wayang, seperti wayang kulit, wayang golek, wayang wahyu, Blencong/ lampu berbasis minyak, wayang Revolusi, dan masih banyak jenis koleksi lainnya. Setelah mengunjungi museum ini, kami pun kumpul untuk berdiskusi di depan museum wayang dengan Pak Arif Permana Putra, M.Pd, dan melakukan Tanya jawab sampe jam 4 sore. Kemudian kami pun bergegas untuk pulang, tapi saya dan temen-temen malahan belanja dulu, sedangkan dosen dan temen lainnya sudah ke stasiun Tanah Abang, dan kami pun menyusulnya. Keretannya berangkat jam 5 sore, nyampe ke stasiun Rangkasbitung pukul 18.30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar